Anak Miskin Dilarang Masuk Sekolah RSBI

Judul di atas memang sangat Bombastis. Ya, pada posting kali ini, Bu Guru akan menuliskan pandangan Bu Guru mengenai RSBI. Sobat sudah tau RSBI kan? Ya, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Beberapa komponen yang harus ada sebagai syarat RSBI diantaranya pemenuhan sarana, pemberdayaan sumber daya manusia dan pembangunan kultur di sekolah menjadi salah satu fokus sekolah. Pemenuhan sarana diantaranya semua Kelas dengan ruang ber-AC yang dilengkapi dengan komputer dan LCD, dan lain-lain.

Ide RSBI itu sangat bagus. Namun, dari pengamatan Bu Guru dilapangan, pada prkateknya ternyata RSBI tidak sebagus ide awalnya. Bahkan, yang muncul di lapangan adalah kenyataan bahwa yang diterima masuk di sekolah RSBI adalah mereka anak-anak yang berpunya. Padahal, RSBI itu diwajibnya menyisakan kuota untuk anak miskin. Selidik punya selidik, ternyata Kemendikbud mengakui sulitnya menerima kuota anak miskin di sekolah RSBI.

Hal ini diakui oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Khairil Anwar, mengakui jika sekolah berpredikat Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sulit memenuhi kuota siswa miskin.

Berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), setiap kabupaten dan kota di Indonesia diwajibkan memiliki minimal satu sekolah bertaraf internasional. Aturan itu berlaku bagi pendidikan di setiap jenjang, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Hingga saat ini, kata Khairil, ada sekitar 1.300 sekolah RSBI di Indonesia. Kepada semua sekolah tersebut, pemerintah meminta mereka menyisakan 20 persen kursi bagi siswa miskin. Namun, pada praktiknya tak semua sekolah bisa memenuhi kuota itu.

Bu guru sepakat bahwa pada kenyataannya, RSBI itu sebenarnya hanya sekadar prestise, tidak ada  kaitannya dengan mutu pendidikan, dan hanya diperuntukkan bagi anak-anak orang kaya. Anak-anak orang miskin sangat mustahil akan dapat masuk Sekolah RSBI. RSBI tempat lahirnya diskriminasi sosial, dan ajang pemerasan.

Sekolah-sekolah RSBI itu, menyelenggarakan tes lebih dahulu, sebelum ujian nasional berlangsung. Mereka melakukan penjaringan siswa melalui tes yang diselenggarakan internal sekolah mereka masing-masing. Tetapi, kalau pun mereka lulus, hasil nilai ujian nasional kecil, mereka dapat tersingkir.

Tentu, yang paling masygul, Sekolah RSBI itu, konon memungut bayaran yang tidak sedikit. Antara Rp 10 - 20 juta, tiap siswa yang diterima. Orang tua murid, yang sudah mengikuti tes, harus menandatangani pernyataan diatas meterai, kesanggupan mereka membiayai pendidikan. Sehingga, tidak ada komplain, terutama bagi siswa yang diterima, tidak mampu membayar. Jadi berapa miliar uang yang masuk, kalau tiap sekolah menerima siswa antara 300-400?

Ya begitulah pendidikan di Indonesia. Menurut Bu Guru, kualitas sebuah sekolah tidak selalu diukur dengan kemampuan keuangan. Baik swasta maupun negeri hakekatnya sama. Yang terpenting adalah peran para pendidik di dalamnya. Jika para pendidiknya cerdas, Bu Guru yakin, kualitas lulusannya pun tidak kalah berkualitas. Gimana menurut anda sob?

0 komentar:

Posting Komentar

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...